Selamat Datang di Blog resmi Anak Fisika IIC angkatan 2010(FONEC EINSTEIN) LAPORAN ADALAH TEMAN FONEC EINSTEIN 2010: SEJARAH TURUNYA AL-QUR'AN

Minggu, 28 November 2010

SEJARAH TURUNYA AL-QUR'AN

                                             
                                                 SEJARAH TURUNYA AL-QUR'AN




Di Susun Oleh

 SALEHUDDIN
 ARDIANSYAH
 ERMAYANI
 SITTI MASITAH
 NURLINA
 NINA SRIYANTI
 KURSIAH

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA UNISMUH MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan sekalian umatnya yang bertakwa.
Atas berkat rahmat serta inayah Allah jualah kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “ SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN ”. Adapun penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama islam jurusan PENDIDIKAN FISIKA
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan apabila masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Akhirnya sesuai dengan kata pepatah “ Tiada gading yang tak retak”,saya mengharapkan saran dan kritik,khususnya dari teman-teman sekalian demi kesempurnaan makalah kami ini. Semoga karya ilmiah ini mendatangkan manfaat bagi penulis dan bagi rekan-rekan semua pada umumnya .Kami juga mengucapkan terima kasih kepada partisipasi teman-teman yang telah ikut menbantu sehingga selesainya makalah ini



Wassalamu’alaikum Wr. Wb.




Makassar 15 November 2010


Tim penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama universal, mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan duniawi maupun kehidupan ukhrowi. Salah satu ajaran islam adalah mewajibkan kepadanya untuk melaksanakn kegiatan pendidikan, karena merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.Islam juga mengajarkan kepada umat manusia utuk saling menghargai sesama makhluk hidup,agar kehidupan di dunia ini berjalan sebagaimana mestinya.Segala pedoman hidup baik dalam berperilaku dan tata cara menjalani kehidupan ini semuanya diatur dalam Al Qur’an,.Di dalam kitab yang menjadi pedoman umat manusia terutama umat islam ini terangkum dalam 30 juz 114 surah dan 6666 ayat, yang diturunkan atau di wahyukan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, oleh sebab itu melalui makalah singkat ini kami selaku penulis berusaha menjelaskan dan membahas tentang sejarah turunya Al-Qur’an

Dengan maklaah ini pula kita akan bersama- sama mengetahui mengenai sejarah turunnya Al- Qur’an yang lebih rinci dan mendetail, sehingga nantinya kita akan menperoleh wawasan yang lebih tentang sejarah turunya Al-Qu’ran dan mudah-mudahan kita semua bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maupun kepada orang lain sehingga nantinya kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi..

Perumusan Masalah
a) Apa pengertian Al-Qur’an itu
b) Bagaimanakah sejarah Al-Qur’an diturunkan
c) Apa hikmahnya Al-Qur’an diturunkan dengan cara berangsur-angsur




BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Al-Qur’an
Menurut bahasa, “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian seperti ini dikemukakan dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah, ayat 17-18:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.
Adapun menurut istilah Al-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah”.
Al-Qur’an adalah kalamullah, firman Allah ta’ala. Ia bukanlah kata-kata manusia. Bukan pula kata-kata jin, syaithan atau malaikat. Ia sama sekali bukan berasal dari pikiran makhluk, bukan syair, bukan sihir, bukan pula produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4:
“…dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)…
Kata Al-Qur’an adalah isim masdar dengan arti isim maf’ul, yaitu yang dibaca, karena bukan saja Al-Qur’an yang harus dibaca oleh manusia, tetapi juga karena dalam kenyataannya selalu dibaca oleh yang mencintainya, baik pada waktu shalat maupun di luar shalat
Kata Al-Qur’an dengan arti tersebut (bacaan), banyak dijumpai dalam Al-Qur’an sendiri.
Sedangkan menurut istilah menurut Syaikh Muhammad Khudlari Beik, Al-Qur’an ialah kalam Allah yang disampaikan dalam bahasa Arab, diturunkan secara berangsur-angsur melalui malikat Jibril AS. Kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, disampaikan kepada kita penganutnya secara mutawatir, yang telah tertulis dalam Mushaf Usmani dan telah dihafalkan secara baik oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW hidup sampai akhir zaman.
Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan bersamaan dengan diangkatnya Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul Allah pada waktu beliau berusia 40 tahun. Ayat yang pertama diturunkan adalah surat Al-Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5. Ayat pertama turun sewaktu Nabi sedang bertahanus di Gua Hira pada malam Jum’at, tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 Masehi. Malam ini disebut malam Alqadar ( Lailatul Qadar ) yakni malam yang sangat mulia, Karena pada tanggal tersebut Al-Qur’an turun untuk pertama kalinya. Malam tanggal 17 Ramadhan dikenal sebagai malam Nuzulul Qur’an ( malam turun Al-Qur’an) oleh karena itu kaum muslimin setiap tahun melakukan acara Peringatan Nuzulul Qur’an untuk mengenang peristiwa yang sangat agung dan bersejarah itu.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat , atau berupa sebuah surat yang pendek secara lengkap. Penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun waktu Nabi tinggal di Mekkah ( Sebelum Hijriyah), dan 10 tahun waktu Nabi sudah hijrah ke Madinah. Wahyu Ilahi yang diturunkan sebelum hijrah disebut Surat Makiyah 19/30 dari Al-Qur’an, surat dan ayatnya pendek-pendek dan gaya bahasanya singkat padat (ijaz), Karena sasaran yang pertama dan utama pada periode Mekkah ini adalah orang-orang Arab asli yang sudah faham benar akan bahasa Arab. Wahyu Ilahi yang diturunkan sesudah hijrah disebut surat Madaniyah 11/30 dari Al-Qur’an. Surat dan ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya panjang lebar dan lebih jelas (ithnab), karena sasarannya bukan hanya orang Arab asli, melainkan juga non Arab dari berbagai bangsa yang telah mulai banyak masuk islam dan mereka kurang menguasai bahasa Arab.
Ayat terakhir turun pada tanggal 9 Dzulijjah yaitu surat Al-Maidah ayat 3 tahun 10 Hijriyah, bertepatan dengan bulan Maret 632 Masehi, yaitu ketika Nabi sedang melaksanakan wukuf di padang Arafah, waktu beliau melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini bagi beliau disebut dengan Haji Wada, Karena merupakan ibadah haji yang penghabisan. Ayat ini pada akhirnya menunjukan kesempurnaan kewajiban dan hukum tetapi bukan merupakan ayat yang terakhir turun, Karena setelah menerima ayat tersebut, Rasulullah masih hidup selama 81 hari
Makiyyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat Al Qur'an yang diturunkan di Mekkah atau diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sebuah surat dapat terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah secara keseluruhan namun bisa juga sebagian diturunkan di Madinah (Madaniyah).
Al'Alaq
Al-Qalam
Madaniyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat Al Qur'an yang diturunkan di Madinah atau diturunkan setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sebuah surat dapat terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan di Madinah secara keseluruhan namun bisa juga sebagian diturunkan di Mekkah(Makiyyah). )..
Al-Baqarah
Al-Anfal


3 Tahap penurunan Al Quran

Allah menurunkan Al-Qur’an kepada manusia melalui 3 kali tahap penurunan.
1. Di lauhil mahfudz yang semua orang tidak tau kapan, tangal, bulan, tahunnya berapa ketika turun ?
Ibnu katsir lewat riwayat ibnu khatam:
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa bil lauhil mahfudz”
Artinya: “apapun yang di qodo’ Allah sebelum dan sesudah alquran , semuanya itu di letakkan di lauhil mahfudz dan tak tau dimana itu letaknya dan tidak diijinkan siapaun tau tentang lauhil mahfudz.

Adapun jumlahnya seklaigus atau jumlatan wahidatan.

2. Dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izza (سماء الدنيا) yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak diketahui letak persisinya. Adapun jumlahnya adalah semuanya (jumlatan wahidatan) pada waktu lialatul qodar. Namun tanggalnya tidak diketahuai, adapaun bulannya sudah jelas pada bulan romadhon.
Inna anzalnahu fi lailatil al qodri
Syahru ar-romadhona alladzi unzila fiihi alquran
Semuanya ayat tadi itu menunjukkan bahwasannya penurunan alquran dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izzah.

Sebetulnya tidak hanya alquran saja yang diturunkan pada bulan romadhon, namun juga;
1. Taurot : 6 hari setelah romadhon
2. Suhuf ibrohim : 1 romadhon
3. Injil : 13 hari setelah romadhon
4. Zabur : 12 setelah romadhon
3. Dari baitul ‘izzah ke rosulallah.

Penurunannya tidak seklaigus, namun diangsur-angsur berdasrkan kebutuhan, peristiwa, atau kejadian atau bahkan permintaan lewat malaikat jibril.
Ayat pertama turun tepat pada tanggal 17 romadhon saat umur rosulallah 41 tahun. Adapun ayatnya; “iqro’ bismi robbika alladzi kholaq ---‘allama al-insana ma lam ya’lam”
Adapun ayat terakhir pada tanggal 9 dzulhijjah/10 hijrah pada haji wada’. Sedangkan ayatnya adalah; “al yauma ak













Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
1. Pengokohan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla pada surat Al-Furqan, ayat 32—33,
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”
2. Memberi kemudahan bagi manusia untuk menghapal, memahami serta mengamalkannya, karena Al-Quran dibacakan kepadanya secara bertahap. Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al-Isra`, ayat 106,
“Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”
3. Memberikan semangat untuk menerima dan melaksanakan apa yang telah diturunkan di dalam Al-Quran karena manusia rindu dan mengharapkan turunnya ayat, terlebih lagi ketika mereka sangat membutuhkannya. Seperti dalam ayat-ayat ‘ifk (berita dusta yang disebarkan sebagian orang tentang Aisyah radhiyallahu ‘anha=) dan li’an.
4. Penetapan syariat secara bertahap sampai kepada tingkatan yang sempurna.
Seperti yang terdapat dalam ayat khamr, yang mana manusia pada masa itu hidup dengan khamr dan terbiasa dengan hal tersebut, sehingga sulit jika mereka diperintahkan secara spontan meninggalkannya secara total.
1. Maka untuk pertama kali turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu, surat Al-Baqarah ayat 219) yang menerangkan keadaan khamr. Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau menerima pengharaman khamr, di mana akal menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
2. Kemudian yang kedua turun firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu surat An-Nisaa` ayat 43). dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk membiasakan meninggalkan khamr pada keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.”
3. Kemudian tahap ketiga turun firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu surat Al-Ma-idah ayat 90–92). Dalam ayat tersebut terdapat larangan meminum khamr dalam semua keadaan, hal itu sempurna setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia, kemudian diperintah untuk membiasakan diri meninggalkan khamr pada keadaan tertentu.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pembahasan sejarah turunnya Al-Qur’an dapat ditarik kesimpulan, bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an tidak secara langsung dengan keseluruhannya melainkan dengan cara yang berangsur-angsur. Hal ini untuk memudahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menghafalnya dan mendiktekannya kepada para penulis wahyu. Sedangkan Al-Qur’an itu sendiri mempunyai arti adalah bacaan, dimulai Surat Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya dan kafir bagi yang mengingkarinya. Dan Al-Qur’an juga sangat berfungsi bagi kehidupan manusia adalah untuk :
Sebagai petunjuk bagi manusia
Sebagai sumber pokok ajaran islam
Sebagai pemberi peringatan dan pelajaran bagi manusia.

Saran-Saran
Kita sebagai umat islam, hendaklah selalu mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an setiap saat baik itu kepada orang lain maupun pada diri sendiri. Kita selalu membacanya, menghafalnya, memahaminya dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari karena Al-Qur’an itu banyak sekali manfaat dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Kita akan mendapat berbagai pengetahuan, karena ilmu pengetahuan semuanya juga bersumber dari Al-Qur’an oleh karena itu marilah kita selalu mengamlkan ayat-ayat Al-Qr’an supaya di akhirat nanti, orang yang mengikuti ajatan Al-Qur’an akan masuk surga sedangkan yang menentangnya akan masuk neraka.






BAB I
PENDAHULUAN
A.                 PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan baik. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini, hingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini berisi tentang “nama-nama   Al-Qur’an dan maknanya”.  Di dalam makalah ini di bahas tentang berbagai macam nama-nama Al-Qur’an yang diberikan oleh Allah SWT, beserta dengan makna dari tiap-tiap makna dari nama-nama    Al-Qur’an tersebut.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini,masih terdapat banyak kekurangannya.maka dari itu,kritikan dan saran yang baik sangat kai harapkan demi penyempurnaan dalam penyusunan makalah berikutnya.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat serta memberikan pengetahuan yang baru kepada pembaca.

                                                                                                                        

                                                           Makassar, 28 Novenber 2010



                                                     Kelompok II












B.RUMUSAN MASALAH

1.                  Ada berapakah nama-nama Al-Qur’an?
2.                  Apa saja nama-nama Al-Qur’an tersebut?
3.                  Apa makna dari setiap nama Al-Qur’an tersebut?
4.                  Apakah Allah memberikan nama-nama yang sama pada Al-Qur’an dengan nama yang biasa diberikan oleh orang-orang arab?
5.                  Apa isi kandungan nama-nama tersebut?
























BAB II
PEMBAHASAN

Al-Quran adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-Quran merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah bernilai ibadah.
 Ada 10 (sepuluh) nama-nama Al-Qur’an yang Allah berikan.
Ke-10 nama-nama Al-Qur’an tersebut adalah :
1.                  Tanzîl
2.                  Ayât
3.                  Kitâb
4.                  Qur`ân
5.                  Haqq
6.                  Tadzkirah dan Dzikrâ
7.                  Wahyu
8.                  Huda
9.                  Shirâth Mustaqîm
10.               Tibyân dan Bayyinât



Nama-nama Al-Qur’an tersebut tidak lepas dari makna-makna yang terdapat di dalamnya. Berikut adalah makna dari setiap nama-nama Al-Qur’an tersebut :
1. Tanzîl
Allah menamainya dengan Tanzîl dan Munzal karena maknanya adalah yang diturunkan . Jadi, Dia-lah yang menurunkannya kepada Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam melalui perantaraan Jibril, karenanya pula ia bukan sihir, olah pertenungan ataupun dongeng-dongeng orang-orang terdahulu.
Penamaan dengan Tanzîl dan Munzal ini terdapat dalam 142 tempat di dalam al-Qur’an, dan penamaannya dengan Tanzîl adalah termasuk yang paling masyhur.Diantaranya, dapat dilihat pada Q.,s. Luqman:21 ; Muhammad: 2, 26 ; Saba`:6 ; Fushshilat:42 ; al-Hâqqah:43 ; al-Mâ`idah:44.
2. Ayât
Ayat-ayat Allah terdiri dari dua jenis; ayat-ayat yang dibaca dan didengar, yaitu al-Qur’an dan ayat-ayat yang disaksikan, yaitu makhluk-makhluk Allah.
Allah menamai kitab-Nya dengan Ayât dalam 130 tempat di dalam al-Qur’an. Tentunya, tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur’an al-’Aziz adalah Ayât (tanda-tanda) yang jelas dan amat gamblang petunjuknya, membawa bukti yang jelas, yang tidak ada kesamaran di dalamnya. Ayat-ayat yang agung dan lugas, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Penamaan al-Qur’an dengan Ayât juga termasuk diantara nama-nama yang paling masyhur.
Diantaranya dapat dilihat pada Q.,s.al-’Ankabût:23 ; ar-Rûm:53 ; al-Hadîd:9 ; al-Jâtsiyah:6,8,9 ; al-Ahqâf:7.

3. Kitâb
Penamaan al-Qur’an dengan Kitâb terdapat dalam 74 tempat di dalam al-Qur’an. Secara bahasa makna al-Kitâb adalah al-Jam’u (kumpulan; himpunan; koleksi). Allah menamai wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai Kitâb karena ia mencakup surat-surat, ayat-ayat, huruf-huruf dan kalimat-kalimat. Juga karena ia menghimpun/mengoleksi berbagai ilmu,berita dan hukum.Diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. al-’Ankabût:47,48, 51 ; al-Baqarah:2 ; Fâthir:29 ; az-Zumar:1; Fushshilat:3 .
4. Qur`ân
Ini merupakan nama yang paling masyhur dan penamaannya terdapat dalam 73 tempat di dalam al-Qur’an.Dari sisi bahasa makna kata Qur`ân adalah yang dibaca, karena ia dibaca dan makna yang lebih khusus lagi adalah suatu nama (sebutan) bagi Kalam yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam .
Penamaan seperti ini, diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. an-Nisâ`:82 ; al-Isrâ`: 9, 41, 82, 88 ; Yûnûs;37 ; Yûsuf:3 .
5. Haqq
Allah menamai al-Qur’an dengan al-Haqq dalam 61 ayat di dalam al-Qur’an. Al-Haqq artinya secara bahasa al-’Adl wal Inshâf (keadilan dan sikap menengah). Dalam ucapan orang Arab, kata al-Haqq adalah antonim dari kata al-Bâthil (kebatilan).Allah adalah Haqq, Rasul-Nya adalah Haqq, al-Qur’an adalah Haqq sementara yang haq itu berhak untuk diikuti.
Penamaan seperti ini, diantaranya dapat dilihat pada Q.,s.Yûnus: 84, 108 ; an-Nisâ`:170 ; al-Mâ`idah: 83, 84 ; al-An’âm: 5 ; Hûd: 17 .
6. Tadzkirah dan Dzikrâ
Penamaan dengan Tadzkirah dan Dzikrâ terdapat dalam 55 tempat di dalam al-Qur’an, atau bisa lebih dari itu.Tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur’an al-’Aziz merupakan Dzikr dan Tadzkîr , yaitu ia merupakan Dzikr itu sendiri bahkan termasuk Dzikr yang paling afdlal (utama). Membaca al-Qur’an merupakan seutama-utama hal yang dapat mengingatkan (menyadarkan) orang-orang yang berdzikir kepada Allah.Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. al-Hijr:6,9; Fushshilat:41 ; al-Anbiyâ`:50 ; Shâd: 8, 29 ; Thâhâ: 3 .

7. Wahyu
Penamaan dengan nama ini terdapat dalam 45 ayat di dalam al-Qur’an. Tentunya, tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dari sisi Allah Ta’ala. Ia adalah wahyu dimana Allah berbicara dengan sebenarnya, ia bukan sihir, olah pertenungan, bukan ucapan yang didustakan dan bukan pula dongeng-dongeng orang-orang terdahulu sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang kafir Quraisy, ia bukan pula makhluq seperti yang dikatakan oleh golongan Jahmiyyah dan Mu’tazilah. Ia bukan hikayat dari Kalam Allah sebagaimana yang diklaim oleh golongan al-Kullâbiyyah.
Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s.an-Najm: 4, 10 ; Yûnus:2 ; az-Zukhruf:43 ; al-Ahzâb: 2 ; al-Anbiyâ`: 108 .
8. Huda
Maknanya adalah petunjuk dan terdapat dalam 47 tempat. Kata al-Huda secara bahasa adalah al-Bayân (penjelasan) atau at-Tawfîq.Tentunya tidak dapat disangkal lagi bahwa al-Qur’an adalah Huda (penjelasan, petunjuk) dari kesesatan dan kebutaan. Ia adalah petunjuk secara hakikat dan makna, ia adalah petunjuk dari kekufuran dan kemunafikan, dari kezhaliman dan tindakan melampaui batas, dari kebingungan dan ketakutan serta petunjuk dari segala hal yang menyimpang dan dapat menjerumuskan.Memang al-Qur’an adalah petunjuk dan realitas mendukung hal itu. Buktinya, banyak sekali manusia – mencapai juta-an – mendapatkan petunjuknya dengan penuh sukarela, tanpa unsur paksaan karena keistimewaan Islam itu sendiri.Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. an-Nahl:89 ; al-Qashash:85 ; at-Tawbah:33 ; al-Kahfi: 55; al-Baqarah:97 ; al-Fath:28 ; Ali’Imrân:138 .


9. Shirâth Mustaqîm
Penamaan dengan ini terdapat dalam 33 tempat di dalam al-Qur’an. Kata ash-Shirâth artinya jalan yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang diinginkan, sedangkan kata al-Mustaqîm artinya yang tidak ada kepincangan sedikitpun.I bn Jarir berkata, “Umat dari kalangan Ahli Tafsir sepakat bahwa makna ash-Shirât al-Mustaqîm adalah jalan yang jelas yang tidak ada kepincangan sedikitpun. Dan makna ini digunakan dalam percakapan Bangsa Arab.”Penamaan ini dapat dilihat pada Q.,s. al-Fâtihah: 6 ; al-An’âm:153 ; al-An’âm:126 ; Yûnus:25 ; Ali’Imran:101 ; al-Mâ`idah:16 ; al-Hajj:54 .
10. Tibyân dan Bayyinât
Al-Qur’an juga dinamakan dengan Tibyân, Mubîn dan Bayyinât dan penamaan ini terdapat dalam 30 tempat di dalam al-Qur’an. Jumlah ini bisa jadi lebih dari itu.
Al-Qur’an adalah petunjuk dan obat, yang di dalamnya terdapat Bayân (penjelasan) yang amat jelas sekali ; jelas maknanya dan kokoh tata-bahasanya, tidak ada kesamaran atau pun ketidakjelasan padanya.Di dalam al-Qur’an terdapat penjelasan bagi setiap hajat seluruh manusia di dalam kehidupan sosial mereka dengan ungkapan yang amat menawan dan gaya bahasa yang indah.Penamaan ini diantaranya dapat dilihat pada Q.,s. ash-Shaff:6; al-Baqarah: 159 ; an-Nûr: 34, 46 ; al-Ahqâf:7 ; al-Hijr:1 ; Ghâfir: 66.

Imam as-Suyuthiy sebagai yang dinukilnya dari al-Jâhizh berkata, “Allah Ta’ala memberikan sebutan bagi Kitab-Nya berbeda dengan sebutan yang biasa digunakan oleh orang-orang Arab dalam pembicaraan-pembicaraan mereka baik secara global maupun terperinci. Dia menyebutnya secara global sebagai Qur’an seperti makna Dîwân (koleksi yang memuat sya’ir-red.,) dan sebagiannya sebagai Surat seperti makna Qashîdah (bagian dari sya’ir-red.,), sebagian dari Surat tersebut sebagai Ayat seperti makna Bait dan akhir ayat sebagai Fâshilah seperti maknaQâfiah…”
Yang dimaksud oleh Imam As-Suyuthiy adalah bahwa kata al-Qur’an, Surat, Ayat dan Fâshilah tidak dikenal oleh orang-orang Arab sebelumnya, demikian juga penggunaannya. Orang-orang Arab hanya mengenal kata Dîwân yang sepadan dengan makna al-Qur’an;Qashîdah sepadan dengan kataSurat ; Bait sepadan dengan kata Ayat dan Fâshilah sepadan dengan kata Qâfiah.
Nama-nama tersebut berisi kandungan al-Qur’an, yaitu berupa rahasia-rahasia yang indah, tujuan yang mulia dan Maqâshid yang agung, hikmah-hikmah yang bijak, kisah-kisah yang mengagumkan serta hukum-hukum yang valid. Nama-nama yang indah tersebut menunjukkan secara gamblang akan kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi, nama-nama yang mengandung hujjah dan dalil bahwa ia adalah kitab Samâwiy, tidak ada dan tidak akan ada yang pernah dapat menyainginya. Nama-nama yang demikian menarik dan berisi semua yang enak dan baik untuk dinikmati.









BAB III
                                    PENUTUP
A.KESIMPULA
Nama-nama Al-Qur’an yang diberi oleh Allah SWT. Ada 10 (sepuluh). Setiap nama memiliki makna tersendiri.                                                     
Tanzîl : Allah menamainya dengan Tanzîl dan Munzal karena maknanya adalah     yang diturunkan . Allah menurunkannya kepada Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam melalui perantaraan Jibril.                                                                 
Ayât : Ayat-ayat Allah terdiri dari dua jenis; ayat-ayat yang dibaca dan didengar, yaitu al-Qur’an dan ayat-ayat yang disaksikan, yaitu makhluk-makhluk Allah. 
Kitâb : Allah menamai wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai Kitâb karena ia mencakup surat-surat, ayat-ayat, huruf-huruf dan kalimat-kalimat. Juga karena ia menghimpun/mengoleksi berbagai ilmu, berita dan hukum.
 Qur`ân : Dari sisi bahasa makna kata Qur`ân adalah yang dibaca, karena ia dibaca dan makna yang lebih khusus lagi adalah suatu nama (sebutan) bagi Kalam yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam
Haqq : Al-Haqq artinya secara bahasa al-’Adl wal Inshâf (keadilan dan sikap menengah).
Tadzkirah dan Dzikrâ : bahwa al-Qur’an al-’Aziz merupakan Dzikr dan Tadzkîr , yaitu ia merupakan Dzikr itu sendiri bahkan termasuk Dzikr yang paling afdlal (utama)
Wahyu : Ia adalah wahyu dimana Allah berbicara dengan sebenarnya, ia bukan sihir, olah pertenungan, bukan ucapan yang didustakan dan bukan pula dongeng-dongeng orang-orang terdahulu sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang kafir Quraisy, ia bukan pula makhluq seperti yang dikatakan oleh golongan Jahmiyyah dan Mu’tazilah. Ia bukan hikayat dari Kalam Allah sebagaimana yang diklaim oleh golongan al-Kullâbiyyah.

Huda : maknanya adalah penunjuk. Ia adalah petunjuk secara hakikat dan makna, ia adalah petunjuk dari kekufuran dan kemunafikan, dari kezhaliman dan tindakan melampaui batas, dari kebingungan dan ketakutan serta petunjuk dari segala hal yang menyimpang dan dapat menjerumuskan.


Shirâth Mustaqîm : Kata ash-Shirâth artinya jalan yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang diinginkan, sedangkan kata al-Mustaqîm artinya yang tidak ada kepincangan sedikitpun.
Tibyân dan Bayyinât : Al-Qur’an adalah petunjuk dan obat, yang di dalamnya terdapat Bayân (penjelasan) yang amat jelas sekali ; jelas maknanya dan kokoh tata-bahasanya, tidak ada kesamaran atau pun ketidakjelasan padanya.Di dalam al-Qur’an terdapat penjelasan bagi setiap hajat seluruh manusia di dalam kehidupan sosial mereka dengan ungkapan yang amat menawan dan gaya bahasa yang indah.
Allah Ta’ala memberikan sebutan bagi Kitab-Nya berbeda dengan sebutan yang biasa digunakan oleh orang-orang Arab dalam pembicaraan-pembicaraan mereka baik secara global maupun terperinci. Nama-nama tersebut berisi kandungan al-Qur’an, yaitu berupa rahasia-rahasia yang indah, tujuan yang mulia dan Maqâshid yang agung, hikmah-hikmah yang bijak, kisah-kisah yang mengagumkan serta hukum-hukum yang valid.

B. SARAN
     Bacalah Al-Qur’an dan amalkanlah isi nya,karena Al-Qur’an merupakan petunjuk hidup kita semua. Bacalah dengan ikhlas, agar semua bernilai ibadah d hadapan-Nya. Simaklah dengan baik ketika ayat-ayat suci Al-Qur’an di baca,karena mendengarkannya saja sudah bernilai ibadah.









 







     

1.                  Nukrah
2.                  Ali mujahit
3.                  Putri lomatasari
4.                  Nirmayanti
5.                  Susi susanti
6.                  badariah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA



syarat syarat menjadi ahli tafsir
 BAB 1
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
                AL-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW,sebab turunnya Al-Qur’an melalui perantara beliau,Al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di dunia.Betapa tidak semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat di temukan jawabannya pada Al-Qur’an.Oleh karenanya kemudian Al-Qur’an di yakini sebagai Firman Allah yang menjadi sumber hukum islam pertama sebelum hadist.
                Banyaknya persoalan manusia yang berkembang dimasyarakat pada akhir-akhir ini,salah satu penyebabnya dipengaruhi banyak manusia yang sudah melupakan dan meninggalkan Al-Qur’an.Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang mengandung makna untuk menyelesaikan persoalan manusia baik dalam hubungan muamalah maupun ubudiyah,namun sayang semua itu belum tergali guna memberikan pencerahan kepada umat manusia.
                Oleh karena itu,dalam memahami Al-Qur’an di perlukan metode dan pendekatan –pendekatan untuk menafsirkan Al-Qur’an,agar Al-Qur’an dapat memberikan jawaban yang pas dan sesuai dengan sekian banyak persoalan yang berkembang dimasyarakat.Jawaban yang pas dan sesuai dan apa yang di butuhkan dan di rasakan masyarakat pada saat berarti dan berdampak positif bagi yang islam yang di kenal sebagai agama yag rahmatan lil alamin.
                Dalam perkembangannya metode-metode yang  digunakan pada mufassir banyak dan sangat beragam,masing-masing dari metode yang ada pun tidak lepas dari keistimewaan dan sekaligus kelemahan.Metode apa yang akan di gunakan oleh mufassir sangat tergantung pada apa yang hendak di ketahui dan di capainya.Misalnya seseorang yang hendak memperoleh jawaban secara tuntas tentang suatu persoalan,maka baginya lebih cepat menggunakan metode maudlu’i.Di sisi lain metode ini mampu menjawab dan menolak adanya kesan kontradiksi di antara ayat-ayat Al-Qur’an,sedangkan bagi seseorang yang ingin mengetahui segala segi dari kandungan ayat Al-Qur’an maka baginya lebih tepat menggunakan metode Tahlili,akan tetapi metode ini ia tidak dapat memperoleh jawaban Al-Qur’an secara tuntas terhadap suatu persoalan yang terdapat pada ayat itu.






















BAB II
PEMBAHASAN
A.pengertian metode tafsir Al-Qur’an
                Sebelum lebih jauh membahas tentang metode dan pendekatan dalam memahami (tafsir) Al-Qur’an,kita fahami terlebih dahulu tentang metode itu sendiri.kata”metode” berasal dari bahasa Yunani yakni methodos ,kata ini terdiri dari dua (2) kata , yakni meta ,yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; dan kata modos, yang berarti jala, perjalanan, cara dan arah. Kata methods sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa, ilmiah atau uraian ilmiah.2 dalam bahasa inggris, kata tersebut seiring disebut dengan method, dan dalam bahasa arab kata tersebut diterjemahkan dengan istilah manhaj atau Thariqah.
                Dalam bahasa indonesia sendiri istilsh tersebut di artikan sebagai cara yang teratur,terpikir, baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang tersistem dan memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan mencapai sesuatu yang di tentukan.Dalam kaitannya tentang study Al-Qur’an,maka istilah metode dapat di artikan sebagai cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang di maksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang di turunkan melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
                Dalam upaya menggali dan memahami maksud dari ayat-ayat Al-Qur,an terdapat dua term atau istilah,yakni Tafsir dan Takhil.Secara etimologis,tafsir berarti menjelaskan dan mengungkapkan.Sedangkan menurut istilah,Tafsir ialah ilmu yang menjelaskan tentang cara mengucapkan lafadh-lafadh Al-Qur’an,makna-makna yang di tunjukkannya dan hukum-hukumnya,baik ketika berdiri sendiri atau tersusun,serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun.Atau bisa juga dapat di artikan Tafsir Al-Qur’an adalah penjelasan atau keterangan untuk memperjelas maksud yang sukar dalam memahami dari ayat-ayat Al-Qur’an.Dengan demikian menafsirkan Al-Qur’an adalah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit pemahamannya dari ayat-ayat tersebut.
                Istilah Takwil berasal dari kata awl yang berarti kembali.Para Ulama berbeda pendapat dalam memahami isilah antara tafsir dan takhwil.Menurut Abu ubaidah; kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama,menurut Al-Raghib al Isfahany; Tafsir mempunyai pengertian lebih umum dan lebih banyak di pergunakan pada lafadh-lafadh dan kosa kata dalam kitab-kitab yang di turunkan oleh Allah dan kitab-kitab lainnya,sedangkan takwil lebih banyak digunakan pada makna-makna dan kalimat-kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah saja.Sedangkan menurut Al-Maturidy; tafsir berarti memastikan bahwa yang dikehendaki oleh Allah adalah  demikian,sedangkan Takwil berarti mentarjihkan  satu di antara makna-makna yang di mungkinkan oleh suatu lafadh dengan tanpa memastikan.
                Imam al-Alusi berpendapat lain,menurutnya tafsir adalah penjelasan makna Al-Qur’an yang zahir  (nyata), sedangkan takwil dalah penjelasan para ulama dari ayat yang maknanya tersirat ,serta rahasia-rahasia ketuhanan yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an. Dapat juga di fahami bahwa Takwil mempunyai beberapa arti yang mendalam,yaitu berupa pengertian yang tersirat yang di istinbathkan (diproses) dari ayat-ayat Al-Qur’an,yang memerlukan perenungan dan pemikiran serta merupakan sarana membuka tabir.Apabila mendapati ayat yamg mempunyai kemungkinan beberapa pengertian yang lebih kuat,lebih jelas dan gamblang.Namun hal tersebut  sifatnya tidak pasti,sebab kalau makna atau arti tersebut dipastikan berarti mufasir tersebut menguasai Al-Qur’an,sedangkan hal tersebut tidak di benarkan sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an(Q.S Ali Imran:7).’
                Secara garis besar istilah antara tafsir dengan takwil tidak terdapat perbedaan yang mendasar, kedua-duanya mempunyai semangat untuk menggali, mengkaji dan memahami maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an guna di jadikan sebagai pedoman dan rujukan umat Islam tatkala mengalami berbagai macam persoalan dalam kehidupan di dunia.
                Sebagai upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat Al-Qur’an tersebut,obyek yang dijadikan kajian dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah kalam  Allah dalam konteks ini tidak diragukan dan di perdebatkan kembali mengenai kemuliaannya,kandungannya meliputi aqidah-aqidah yang benar,hukum-hukum syara’ dan lain-lain.Tujuan akhirnya adalah dapat di peroleh tali yang amat kuat dan tidak akan putus serta akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.Dan oleh karenanya,ilmu tafsir merupakan pokok dari segala ilmu agama,sebab ia di ambil dari Al-Qur’an,maka ia menjadi ilmu yang sangat di butuhkan oleh manusia.
                Metodologi tafsir adalah ilmu tentang menafsirkan Al-Qur’an dan pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an,pembahasan yang berkaitan dengan cara penerapan metode terhadap ayat-ayat Al-Qur’an disebut Metodik,sedangkan cara menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni penafsiran.Metode penafsiran Al-Qur’an,secara garis besar dibagi dalam empat macam metode,namun hal tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu:
1.       Metode penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya,metode ini terbagi menjadi tiga macam,yakni metode bi al-matsur,bi al-riwayah,bi al manqul, tafsir bi-ra’y/bi al-dirayah/bi al ma’qul dan tafsir bi al-izdiwaj(campuran)
2.       Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.Metode ini dibagi menjadi dua macam,yakni metode deskriptif(al-bayani) dan metode tafsir perbandingan (komparatif,al-maqarin)
3.       Metode penafsiran  ditinjau dari keleluasaan penjelasan.Metode ini dibagi menjadi dua macam,yakni metode global(al-ijmali) dan metode detail(al-ithnaby).
4.       Mmetode penafsiran ditinjaju dari aspek sasaran dari sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.Metode penafsiran ini terbagi menjadi dua macam,yakni metode analisis(al-tahlily) dan metode tematik (al-mawhu’y).
Munculnya macam-macam metode penafsiran ini tidak terlepas dari peran para mufassir itu sendiri dalam memfokuskan tafsirannya.Diantara mereka ada yang memfokuskan pada persoalan bahasa,figh,teologi,sejarah dan filsafat.Hal ini kemudian melahirkan beraneka macam model penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
 SYARAT-SYARAT ILMU TAFSIR
1.       Memiliki aqidah yang benar,sebab aqidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan sering kali mendorongnya untuk mengubah nash-nash dan berhianat dalam penyampaian berita.
2.       Bersih dari hawa nafsu,sebab hawa nafsu mendorong dirinya atau pemiliknya untuk membela kepentingan golongannya dan nash-nashnya.
3.       Menafsirnya lebih dahulu Qur’an dgn Qur’an karena sesuatu yang masih

B.Macam-macam Metode Penafsiran Al-Qur’an dan Pendekatannya
                Metode dan pendekatan adalah merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya dalam melakukan kajian atau penelitian. Kedua-duanya saling melengkapi.Terkait dengan metode, pada halaman sebelumnya telah kami jelaskan dengan panjang lebar.
                Pendekatan adalah : merupakan suatu upaya untuk menafsirkan,memahami dan menjelaskan sebuah ayat atau obyek tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh seseorang.Maka tak heran kemudian banyak sekali perbedaan pemahaman dan kesimpulan yang dihasilkan terhadap satu obyek yang menjadi kajiannya,karena berangkat dari disiplin ilmu yang berbeda-beda.Adapun terkait dengan metode dan pendekatan tafsir Al-Qur’an ini secara garis besar dibagi menjadi empat macam:
1.Metode Ijmali (global)
Ijmali secara etimologi berarti global,sehingga dapat diartikan tafsir al-ijmali adalah tafsir ayat Al-Qur’an yang menjelaskannya masih bersifat global.Secara termiologis menurut  al farmawi adalah penafsiran Al-Quran  berdasarkan urut-urutan ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat baik yang awam maupun yang intelek.
Adapun sistematika dalam penulisan tafsir model ini mengikuti susunan ayat-ayat Al-Qur’an.Selain ini mufasir juga meneliti,mengkaji dan menyajikan sebab nuzul ayat melalui penelitian dengan menggunakan hadis-hadis yang terkait.Kitab-kitab tafsir yany termasuk dalam kategori pendekatan metode Ijmali adalah seperti,kitab tafsir Al-Qur’an Al Karim karangan Muhammad Farid Wadji,Al tafsir al Wasith terbitan majina al buhuts al islamiyyat dan tafsir  al jalalain serta tafsir taj al tafsir karangan Muhammad Utsman Al- Mirqhuni.
1.Ciri- ciri metode ijmali
Secara garis besar metode tafsir ini tidak berbeda jauh dengan metode model pendekatan analisis,letak perbedaannya yang menonjol pada aspek wawasannya.Kalau metode analisis operasional penafsirannya itu tampak hingga mendetail, sedangkan metode global tidak uraian penjelasannya lebih ringkas, sederhana dan tidak berbelit-belit. Ciri-diri yang nampak pada metode ijmali adalah, mufasirnya langsung menafsirkan Al Quran dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Selain itu tidak terdapat ruang atau kesempatan untuk menjelaskan secara rinci, namun tafsirnya ringkas dan umum, seakan-akan kita masih membaca Al Quran, walaupun sebenarnya yang kita baca adalah kitab tafsirnya.

                2.Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali
Terkait dengan metode ijmali, tafsir dengan model ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.Adapun kelebihan metode ijmali adalah sebagai berikut:

F Praktis dan mudah di pahami
F Bebas dari penafsiran israiliat
F Akrab  dengan bahasa Al Quran

Tafsir Al Quran dengan metode ini sangat membantu bagi mereka yang termasuk pada permulaan dalam mempelajari tafsir, dan mereka yang sibuk dalam mencari kebutuhan untuk hidup.

Adapun kekurangan dari metode ijmali adalah sebagai berikut:

F Menjadikan petunjuk AlQuran bersifat parsial dan tidak utuh
F Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai
               
                2.Metode Tahlili
Tahlili adalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam, yang berarti membuka sesuatu, sedangkan kata tahlily sendiri masuk dalam bentuk infinitf (mashdar) dari kata hallala, yang secara semantik berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bangian-bangiannya serta memiliki fungsi masing-masing.Secara terminologi metode Tahlilyr adalah menafsirkan ayat-ayat Al Quran dengan memaparkan  segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuia dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut; ia menjelaskan dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, asbabun nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para mufasir terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.
Macam-macam pendekan metode tahlily
a)      Pendekatan Bi al-Matsur
Tafsir dengan metode riwayat (matsur) adalah rangkaian keteragan yang terdapat dalam Al Qur’an, sunah, kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan sunah nabawiyah. Dengan kata lain yang dimaksud dari tafsir al mutsar adalah tafsir Al Qur’an dengan  Al-Qur’an dengan As-Sunnah atau penafsiran Al-Qur’an menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.
         Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an;Q.S(5) :1 yang menjelaskan tentang binatang ternak yang halal.Kemudian di jelaskan lagi dalam ayat berikutnya,Q.S Al Maidah (5) :3 tentang hal-a-hal yang diharamkan untuk dimakan,termasuk didalamnya binatang ternak yang haram.
         Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Sunah,Q.S Al-Baqarah (2): 238, yang menegaskan tentang shalat wustha ,Rasul menjelaskan pengeertian tersebut dengan sholat Ashar.
b)      Pendekatan bi Al-Ra’yu
Al-Ra’yu secara etimologi berarti keyakinan,qiyas dan itjihad.Sedangkan menurut ulama’ tafsir, metode ini di namakan dengan tafsir Ra’yu atau tafsir dengan akal (ma’qul),adalah karena penafsiran kitab Allah bertitik tolak dari pendapatannya dan itjihadnya,tidak berdasarkan pada apa yang di nukilkan pada sahabat atau Tabi’in.Namun yang di maksud Ra’yu di sini adalah idjihad yang di dasarkan pada dalil-dalil yang shahih,kaidah yang murni dan tepat,bisa diikuti serta sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami tafsir Al-Qur’an atau mendalami pengertiannya.Maksud Ra’yu Disini bukanlah menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kata hati atau kehendaknya.Al-Qurtubi mengatakan ;’’ barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan imajinasinya (yang tepat menurut pendapatnya) tanpa berdasarkan kaidah-kaidah,maka ia adalah termasuk orang-orang yang keliru dan tercela.
                Terdapat banyak perdebatan(pro dan kontra) mengenai boleh atau tidaknya menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan al-Ra’yu(akal).Diantara sekian banyak ‘ulama yang ada,moyaritas’ulama enggan menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan al-ra’yu.Karena hal ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abi Daud dari Jundab,yang artinya :barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan Ra’yunya kebetulan tepat,niscaya ia telah melakukan kesalahan.
                Dari perdebatan yang ada,tidak berarti pendekatan tafsir Al-Qur’an dengan Ra’yu tidak mendapat tempat dikalangan’ulama.Sebagian ulama yang menerima menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan al Ra’yu ini memberikan syarat-syarat dan kaidah-kaidah yang ketat.Diantara syarat-syaratnya adalah:
 (1).Menguasai Bahasa Arab dan cabang-cabangnya,
 (2).Menguasai Ilmu-ilmu Al Qur’an,
(3). Berakidah yang baik dan benar,
(4). Mengetahui prinsip-prinsip poko-poko agama islamt dan menguasai ilmu yang behubungan denga poko bahasan ayat-ayat yang di tafsirkan.
Contoh dari tafsir ayat Al Qur’an dengan pendekatan Ra’yu adalah pada Q.S. al Isra:72 kalau memahami ayat tersebut secara tekstual, tentunya akan terdapat kekeliruan dalam memahaminya. Sebab dalam ayat itu menjelaskan bahwa setiap orang yang buta adalah celaka dan rugi serta akan masuk neraka jahannam. Padahal ynang dimaksut dengan buta pada ayat tersebut bukanlah buta mata, akan tetapi buta hati. Hal ini kemudian didukung dengan penjelasan ayat lainnya. Yakni Q.S. Al Hajj:46.pada ayat ini dijelaskan dengan tegas”bukanlah matanya yang buta  , akan tetapi yang buta adalah buta hati.
Terkait dengan tafsir Al Qur’an dan pendekatan Ra’yu ini tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikuat :
F Ruang lingkup yang luas.
F Dapat menampung berbagai ide yang ada.
Hal terpenting dari pendekatan dengan Ra’yu ini adalah, apabilakita hendak menginginkan pemahamandan maksud dari ayat Al Qur’an yang lebih luas dan mendalam dengan melihat dari beberapa aspek yang ada, tidak ada jalan lain kecuali dengan menggunakan Ra’yu.
Adapun kekurangan dari pendekatan Ra’yu adalah sebagai berikut:
F Menjadikan petunjuk ayat Al Qur’an yang ada besifat persial. Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan Al Qur’an membeikan pedoman tidak utuh dan konsistem karena adanya perbedaan, akibat dari tidak diperhatikannya ayat-ayat yang mirip.
F Melahikan penafsiran yang bersifat subyektif. Hal ini berkaitan dengan banyaknyamufasir yang menafsirkan Al Qur’an sesuia dengan kemauan hawa napsunya.
F Masuknya pemikiran israiliat. Hal ini terjadi akibat dari terlalu lemahnya dalam membatasi pikiran-pikiran yang ada.
Contoh dari kitap-kitap tafsir yang menggunakan metode ra’yu adalah kitap Hadarik al-Tanzil wa Haqiq al-ta’wil karya Mahmut al-Nasafiy, kitabAnwaral-tanzilwa Asrar alta’wil karya al-baidhuwiy dan lain-lainnya.
                3.  Metode Maqarin (Komparatif atau Perbandingan)
Secara etimologis kata maqarin adalah murupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qurana, maknanya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapat dikatakan tafsir maqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologi adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau surah ayat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Dari berbagai literatur yang ada,pengertian metode Maqarim dapat dirangkumkan dalam beberapa pemahaman :
(1). Metode yang membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalan dua kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang berbedabagi suatu kasus yang sama,
(2). Adalah membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadis yang pada lahirnyaterlihat adanya pertntangan,
(3). Membandingkan berbagai pendapat ulama tafasir dalam menafsirkan Al Qur’an.
Adapun tujuan penafsiran Al Qur’an secara maqarin adalah untuk membuktikan bahwa antara ayat Al Qur’an satu dengan yang lainnya,antara ayat Al Qur’an dengan matan suatu hadis tidak terjadi pertentangan.
                Ciri-ciri Metode Maqarin (pebandingan atau komparatif),dilihat dari aspek sasaran (objek) bahasa terdapat tiga aspek yang dikaji dalam perbandingan, yaitu:
1.       erbandingan ayat dengan ayat
PPerbandingan dengan aspek dapat dilakukan pada semau ayat, baik itu pemakaian mufrada, urutan kata maupun kmiripan redaksi, semua hal ini dapat dibandingkan. Jika yang akan dibandingkan itu memiliki ke miripan redaksi, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a)       Mengidentifikasi dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang redaksinya bermiripan,sehingga dapat diketahui mana ayat yang mirip dan mana yang tidak mirip.
b)      Memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripa, memperbincangkan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
c)       Menganalisis perbedaan yang terkandungdi dalam berbagai redaksi yang berbeda dalam menggunakan kata dan susunan dalam ayat.
d)      Memperbandingkan antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.
2.       Perbandingan ayat dengan hadis
Perbandingan penafsiran dalam aspek ini terutama yang dilakukan adalah terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang tampak pada lahirnya bertentangan dengan hadis-hadis Nabi yang diyakini Shahih, hadis-hadis yang dinyatakan dhoif tidak perlu di bandingkan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a)      Menghimpun ayat-ayat yang pada lahirnyatampak bertentangan dengan hadishadis Nabi, baik ayat-ayat tersebut mempunyai kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau tidak.
b)      Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua teks ayat dan hadis.
c)       Membandingkan antara berbagai pendapat para ‘ulama tasir dalam menafsirkan ayat dan hadis.
3.       Perbandingan para pendapat musafir
Apabila yang dijadikan objek pembahasan perbandingan adalah pendapat para ‘ulama tafsir dalam menafsirkan satu ayat, maka metodenya adalah :
a)      Menghimpun sejumlah ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya itu mempunyai kemiripan atau tidak.
b)      Melacak berbagai pendapat ‘ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
c)       Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir serta kecenderungan-kecenderungan danaliran-aliran yang mereka anut.
Tafsir dengan metode muqarin (perbandingan) mempunyai beberapa kelebihan dan kekuranga. Namun apapun yang terjadi, merode ini menjadi amat penting tatkala para mufasir hendak mengembangkan pemikirannya dalam menfsirkan Al Qur’an dengan cara yang rasional dan objektif sehingga kita m endapatkan gambaran yang komprehensif berkenaan dengan latar belakang lahirnya satu penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penfsiran Al Qur’an pada periode-periodeselanjutnya. Adapun kelebihan metode maqarin adalah sebagai berikt :
v  Memberikan wawasan yang luas
v  Membuka diri untuk selalu bersikaaap toleran
v  Dapat mengetahui berbagai   penafsiran
v  Membbbuat mufasir lebih berhati-hati

Adapun kekurangan dari metode maqarin adalah sebagai berikut :
v  Tidak cocok untuk pemula
v  Kurang tepat untuk memecahkan masalah kontenporer
v  Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufasir
4. Metode Maudhu’i (tematik)
Kata maudhu’i ini dinisbahkan kepada kata ai-mawadhu’i, artinya adalah topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan secara semantik. Jika tafsir mmufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang berada ditengah-tengah masyarakat atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri atau dari yang lain-lain.
Tafsir ayat Al Qur’an denga metode ini memiliki dua bentuk :
a)      Menafsirkan satu surah dalam Al Qur’an secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan tujuannya yang bersifat umum dan khusus, serta menjelaskan korelasi antara persoalan-persoalan yang beragam dlam surh tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang utuh.
b)      Menfsirkan dengan cara menghimpun ayat-ayat Al Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat dan surat Al Qur’an yang diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluru dari ayat-ayat tersebut untuk menarik petunjuk Al Qur’an secara utuh tentang masalah yang akan dibahas.
Dalam menfsirkan ayat Al Qur’an dengan metode Maudhu’i ada beberapa langkah yang harus dilewati oleh para mufasir, antara lain :
a)      Menghimpun ayat-ayar yang berkenaan dengan judul yang sesuai dengan kronologi urutan turunnya ayat tersebut. Langkah ini diperlukan guna mengetahui kemungkinan adanya ayat Al Qur’an yang mansukh.
b)      Menulusuri latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur’an yang telah dihimpun.
c)       Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama adalah kosa kata yang menjadi pokok permasalahan pada ayat tersebut. Setelah itu ayat tersebut dikaji dari berbagai aspek yang masih berkaitan dengannya seperti bahasa, budaya, sejarah dan munasabat.
d)      Mengkaji pemahaman ayat-ayat dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik  yang klasik maupun yang kontenporer.
e)      Mengkaji semua ayat secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar seta didukung oleh fakta-fakta sejarah yang ditemukan.
Metode tafsir ayat Al Qur’an secara tematik sangat membantu masyarakat agar semua persoalan yang ada dapat dipecahkan berdasarkan Al Qur’an, selain itu juga guna membimbing masyarakat Muslim kejalan yang benar. Metode ini pun tak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut :
v  Dapat menjawab semua persoalan masyarakat sesuai dengan kondisinya
v  Lebih praktis dan sistematis
v  Sangat dinamis
v  Menafsirkannya lebih utuh
Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut :
v  Memenggal ayat Al Qur’an
v  Membatasi pemahaman ayat.




















KESIMPULAN
                Ayat-ayat Al Qur’an yang sangat banyak ini sejatihnya dapat menjawab semua persoalan yang terjadi pada msyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-seakan ayat Al Qur’an masih mengandung misteri sehingga belum mampu menjawab semua persoalan yang ada. Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari “miskin”nya cara, metode dan pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an. Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu  cara untuk mengkaji, memahami lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
                Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat AlQur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadirujukan dan sumber utama semua umat islam.


















DAFTAR PUSTAKA













  











Tidak ada komentar:

Posting Komentar